--> Skip to main content

SMA DE BRITTO, sekolah yang muridnya bebas gondrong.

SMA DE BRITTO, sekolah yang muridnya bebas gondrong.
SMA DE BRITTO, sekolah yang muridnya bebas gondrong.
DE BRITTO | Di atas ini foto anak-anak Kolese de Britto, sebuah SMA swasta di Yogyakarta, sekolah khusus untuk anak cowok. Foto tersebut menjelaskan sedikit keunikan sekolah ini. Para siswa boleh gondrong, persis seperti seseorang yang dipatungkan di belakang mereka itu. 

Tak banyak aturan di sana, antara lain soal bebas pakaian seragam (kecuali Senin atau saat upacara). Meski kini harus bersepatu dan tak boleh pakai t-shirt, sebagaimana jaman dulu yang membolehkan siswa pakai sandal jepit, atau bahkan cekeran. 

SMA Kolese de Britto didirikan pada tanggal 19 Agustus 1948, oleh para rohaniwan Serikat Jesuit. Nama 'de Britto' diambil dari nama seorang Santo dan misionaris Portugal abad ke-17, Johanes de Britto, yang berkarya di India. Sekolah Katolik? Bukan. Ini sekolah umum, karena siswa beragama Islam juga ada, meski kebanyakan Jawa dan Cina (googling youtube: lihat film 'Jowo Cino de Britto' karya anak-anak dan tentang de Britto. Salah satu pembuatnya, Wregas Bhanuteja, enam tahun kemudian dengan film pendek Prenjak meraih kemenangan di ajang The Leica Cine Discovery Prize kategori Short Film Festival, Cannes, 2016).

Pada tahun 1960-an, saat perekonomian Indonesia terbilang susah, pimpinan sekolah mengambil kebijakan membebaskan siswanya mengenakan baju bebas. Bahkan boleh mengenakan sarung dan sandal jepit. Pertimbangannya agar siswa yang kurang mampu tetap bisa bersekolah. 

Setiap manusia punya hak membuat pilihan, termasuk berambut panjang dan cara berpakaian. Sekolah ini ingin mengajarkan siswa membuat pilihan, dan bertanggung jawab atas hal itu. Bukan tanpa aturan, tapi kebijakan dilakukan untuk membangun budaya disiplin tanpa paksaan. 

Sangat mudah menciptakan budaya disiplin dengan aturan ketat, namun siswa akan menyerupai robot. Yang dibebaskan ialah yang tak terlampau penting dan tak mengganggu proses pembelajaran. "Berambut gondrong kan tidak mengganggu pelajaran," ujar salah seorang guru. Gondrong tapi bego, akan jadi bahan ketawaan, apalagi tak bertanggungjawab. Prinsipnya; Man for Others.

Namun syarat test masuk di sekolah ini sangat ketat. Setidaknya yang punya nilai rata-rata NEM di bawah 8, akan kesulitan bersaing masuk. Rata-rata, siswa SMA ini memang keren, pinter-pinter. Sekolah ini punya kegiatan Live in Profesi. Hampir mirip PKL (praktik kerja lapangan). Program ini mewajibkan siswa kelas 12 menjalani magang sesuai minat masing-masing. 

Meski muridnya cowok semua, mereka juga punya tim dance yang sangat terkenal di Yogyakarta. Macan Perak 161, begitu namanya ('macan' julukan mereka macan demangan, area lokasi sekolah, dan perak singkatan dari 'pemandu sorak', 161 nomor alamat sekolah mereka di jalan Laksda Adisucipto, Yogyakarta).

Mereka selalu tampil mendukung perwakilan sekolah yang bertanding. Nah, karena satu sekolah cowok semua, otomatis tim dance-nya pun para cowok doang, dan kebanyakan tak tahu malu. Belum lama lalu, mereka tampil dengan kostum daster a la ibu-ibu. Bisa dibayangkan menjijikkannya bukan? 

Dulu ada sekolah lain yang tampilan muridnya seperti anak de Britto, yakni SSRI dan Santo Thomas, yang sama-sama punya murid gondrong. Tapi keduanya sudah sirna. Saya ingat jaman dulu, dekade 70-an, anak-anak de Britto bikin kaos sablon bertulisan 'de Britto' dan dibagikan gratis pada para tukang becak di Yogyakarta. Saya baru tahu kemudian, itu promosi yang edan.

(Sunardian Wirodono)
https://m.facebook.com/indonesiajamandulu/photos/a.1532590277037787/1612895109007303/?type=3
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar