--> Skip to main content

Maafkan anakmu bu..

Memaafkan Orang Tua

"Pak, sepertinya saya stress"

"Stress seperti apa yang ibu rasakan?"

"Rasanya hati saya penuh sekali. Dongkol. Dan setiap kali anak-anak saya melakukan kesalahan, meskipun kecil, saya mudah marah, Pak. Padahal saya ini rajin membaca buku parenting. Pernah ikut seminar juga. Pokoknya saya tahu lah pak bagaimana cara menjadi orang tua yang baik."

"Ah, memang wajar kan kalau kita sekali-sekali marah pada anak-anak." Terapis itu memancing.

"Tidak Pak, ini tidak wajar. Sepertinya saya benci sekali kepada anak saya. Beberapa kali bahkan saya berfikir akan senang sekali kalau anak-anak ini tidak ada. Tapi kemudian cepat-cepat saya tepis pikiran itu. Saya merasa ngeri dengan diri saya sendiri."

"Hmm.. baiklah.. coba ibu mengomel tapi tanpa kata-kata selama 5 menit."

"Yang seperti apa itu, Pak?"

" Contohnya begini: wawawawalalalahohehewala.. begitu saja terus sambil tutup mata ibu selama 5 menit. Kita akan mencoba mengeluarkan "batu" dari hati ibu."

Lalu ibu itupun mengomel. Awalnya pelan, kemudian semakin lama semakin cepat, dan akhirnya ibu itu menangis tersedu-sedu. Menangis histeris tergugu.

Ketika ibu itu sudah tenang, sang terapis bertanya, "siapa yang ada dalam pikiran ibu ketika tadi mengomel?"

"Saya melihat ibu saya, Pak"

Terapis itu menghela nafas. Sepertinya dia tahu apa yang sedang terjadi.

Pasien itu melanjutkan, "Sewaktu kecil, bahkan sampai sekarang, ibu saya sering sekali marah kepada saya untuk hal-hal yang sangat kecil. Saya ingat pernah dimarahi hanya gara-gara menjatuhkan tutup panci di dapur, atau menumpahkan air ke lantai. Kalau ingat wajah ibu saya pada saat marah, saya merasa sakit sekali"

"Apakah ibu merasa marah kepada ibu anda selama ini?"

"Perasaan saya campur aduk pak. Ibu saya orang baik. Segala keinginan saya dituruti. Saya juga merasa bingung dengan sikap ibu saya"

"Baiklah. Sepertinya kita sudah mengetahui pokok permasalahannya. Ijinkan saya menjelaskan sedikit kepada ibu"

"Silakan, Pak"

"Ada luka-luka pengasuhan dari masa kecil ibu, yang secara tidak sadar ibu bawa sampai sekarang. Luka itu mungkin awalnya hanya kecil, tapi karena tidak ditangani dan terus saja ditambahi, akhirnya menjadi besar. Dan Ibu tadi juga mengatakan kalau sudah membaca buku-buku parenting. Kemungkinan besar ibu membandingkan pola pengasuhan orang tua ibu dulu dengan pola pengasuhan yang benar menurut teori pakar parenting. Akhirnya terbentuk citra bahwa dulu ibu diasuh dengan cara yang tidak benar. Lalu ibu berusaha untuk tidak mengulanginya pada anak ibu. Tapi yang terjadi malah ibu mengcopy paste pola pengasuhan ibu anda. Apa ada yang salah dari penjelasan saya?"

"Tidak pak. Sepertinya bapak benar."

"Saya lanjutkan ya. Membaca buku-buku parenting itu tidak salah. Malah bagus karena akhirnya kita punya panduan untuk menjadi orang tua. Tetapi yang salah adalah ketika kita menghakimi masa lalu kita dengan teori-teori itu. Kita sudah bersikap tidak adil terhadap orang tua yang selama ini sudah mendidik dan membesarkan kita."

"Lalu apa yang harus saya lakukan, Pak?"

"Maafkan. Maafkan ibu anda. Meskipun tidak di depan ibu anda, katakanlah dengan jelas bahwa anda memaafkan ibu anda. Memaafkan segala macam tindakan ibu anda di masa lalu. Ubah mindset ibu bahwa itu adalah pengalaman yang mendewasakan ibu hingga sekarang. Orang tua dahulu mendidik kita tanpa panduan. Hanya melihat pengalaman orang lain atau bahkan hanya berdasarkan insting sebagai orang tua. Resapi dalam hati bahwa ibu memaafkan segala kekurangan mereka. Lebih bagus lagi jika ibu juga meminta maaf pada mereka karena selama ini sudah menyimpan dendam."

"Ah, baiklah Pak. Mendengar penjelasan bapak saja saya sudah merasa lega. Terima kasih banyak pak."

"Sama-sama"

Kisah diatas adalah nyata, rangkuman percakapan seorang terapis dan kliennya. Dan saya ( Meda Rosaline) diberi ijin untuk menuliskannya. 

Terkait memaafkan orang tua ini saya jadi ingat ada satu ungkapan dalam bahasa Jawa yang bagus sekali ketika hari raya Idul Fitri. Yaitu ketika yang lebih muda mengucapkan

 "Pak/Bu ngaturaken sedaya kelepatan (Pak/Bu saya minta maaf atas segala khilaf." 

Orang tua akan menjawab, "Iyo nduk/le, wong tuwo akeh lupute. Sing enom gedhe pangapurane. Dosaku lan dosamu dilebur ning dina riyaya iki. (Iya nak, orang tua banyak salahnya. Yang muda besar pengampunannya. Dosa kita habis ya di hari lebaran kali ini)."

Bukankah itu ungkapan yang luar biasa sekali. Yang muda minta maaf, dan yang tua malah mengakui kalau sebenarnya mereka lebih banyak salah dan minta dimaafkan juga. Minta agar anak-anak mereka tidak menyimpan dendam pada orang tuanya agar kehidupannya tidak susah.

Sewaktu mengikuti seminar parenting bersama bunda Kurnia di UB bulan puasa kemarin, saya juga mendapatkan penjelasan yang serupa. Bahkan menurut bunda Kurnia, perkara ini juga menyangkut rejeki sang anak. Ketika anak-anak terjebak pada memori-memori masa lalu, rejekinya akan terhenti sesuai usia yang ada pada ingatannya. Ada anak yang sakit hati pada orang tuanya karena dulu pernah dipukul usia 3 tahun. Dan sampai sekarang masih dia ingat. Ternyata benar, rejekinya juga seret. Setelah diminta untuk memaafkan orang tuanya, alhamdulillah rejekinya jadi lancar. Memang benar lahir, mati, jodoh, rejeki ada di tangan Allah. Tetapi tidak ada salahnya kita melapangkan hati agar rejeki kita tidak sempit. 

Selagi masih sempat, peluklah dan maafkan para ibu dan ayah kita. Minta maaflah untuk dendam yang tak pernah terkatakan. Seandainya orang tua sudah meninggal, tetaplah minta maaf dan maafkan segala kesalahan mereka. Kirimkan doa-doa terbaik. Dan kita akan mendapati hati kita menjadi lapang sehingga tidak mudah marah pada anak-anak kita. Sehingga Allah meridhoi hidup kita. Aamiin. Seburuk-buruknya orang tua, atas perantara mereka lah kita ada. 

Sering-seringlah minta maaf juga kepada anak, agar mereka tidak menyimpan dendam juga pada kita.

"Ayah Ibu, maafkan anakmu ini...."

"Nak, maafkan ayah ibumu.."

Meda Rosaline

#memaafkan_orang_tua

Mohon maaf kalau masih banyak yang salah 😇, terima kasih untuk kritik dan sarannya

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar